Pesawat Garuda Indonesia yang kami tumpangi mendarat mulus di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali pukul 23.00 WITA, telat 1 jam dari yang dijadwalkan. Mobil yang kami sewa sudah menunggu di pelataran parkir bandara, setelah serah terima kunci dan melakukan pengecekan kondisi mobil, kemudi setir pun saya arahkan ke kawasan Legian. Selamat datang Bali, ujar saya dalam hati saat itu.
Saturday, December 24, 2011
Friday, December 23, 2011
Permata Terpendam Itu Kawah Ijen
Bau sengit kopling terbakar menyeruak dari dalam mesin motor pinjaman Gilang, teman saya yang berbaik hati meminjam motor temannya untuk mengantarkan saya menuju titik terdekat dengan Paltuding, tempat pemberhentian terakhir sebelum Kawah Ijen.
Tuesday, December 20, 2011
Africa Van Java di Baluran
Secara geografis terletak di wilayah Kabupaten Situbondo, sekitar 40 menit perjalanan dari Banyuwangi menggunakan bis. Taman Nasional Baluran juga sering disebut sebagai Africa Van Java, julukan ini tidaklah berlebihan, karena memang tempat ini mirip seperti Afrika, padang savanna nan luas terhampar sejauh pandangan mata. Dikejauhan nampak Gunung Baluran kokoh berdiri, seolah menunjukkan keadaan sesungguhnya bumi Afrika.
Pulau Menjangan, Surga Bawah Air di Bali Barat
Kawasan Bali Barat memang tidak sepopuler wilayah Bali Selatan dengan Kuta dan Seminyaknya, ataupun Bali bagian Tengah dengan kawasan Ubud dan Kintamani yang menawarkan udara sejuknya. Namun, pesona kawasan Bali Barat tidak boleh dilewatkan begitu saja. Wilayah ini secara geografis lebih dekat dengan Banyuwangi dibandingkan dengan Kuta, jarak yang perlu ditempuh dari Kuta adalah 3 – 4 jam perjalanan dengan mobil ke arah Pelabuhan Gilimanuk. Bandingkan dengan perjalanan dari Banyuwangi yang hanya ditempuh dengan waktu 1 jam 30 menit saja, termasuk waktu penyebrangan feri dari Pelabuhan Ketapang ke Pelabuhan Gilimanuk.
Sunday, December 18, 2011
Pengembangan Daerah dari Kaca Mata Seorang Anggota DPD
Sebagai lembaga legislatif yang terhitung cukup baru pembentukkannya dibandingkan dengan lembaga legislatif lainnya, menjadikan DPD sebagai lembaga legislatif yang belum banyak dikenal dan dimengerti fungsinya oleh masyarakat. Kalah popularitasnya dengan DPR yang memang sudah lebih lama dibentuk dan dikenal oleh masyarakat, adalah kemudian menjadikan DPR sebagai suatu sentral kekuatan dan pengatur utama dari kebanyakan kebijakan dan peraturan yang berlaku di negara ini. Lalu dimanakah letak kewenangan DPD? Secara konseptual DPD mempunyai banyak fungsi dan wewenang, namun terkadang DPD hanya sebagai “bayang-bayang” dari DPR itu sendiri. Fungsinya masih semu, kalaupun itu nyata, kenyataan itu masih terbentur segudang persoalan terkait keberadaan DPD sebagai lembaga legislatif.
Monday, December 12, 2011
Pulau Sempu, A Heaven Behind The Island.
Panik, karena kami sama sekali tidak menduga akan tidak mendapat tiket untuk perjalanan kami menuju Surabaya atupun Malang. Kami memang sudah mencoba untuk mencari tiket kereta dan pesawat beberapa waktu sebelumnya, tapi tidak adanya jadwal yang pas waktunya dengan waktu pulang kantor saya membuat kami bingung. Hari H keberangkatan kami mencoba untuk membeli tiket kereta eksekutif, namun hasilnya nihil, semua HABIS. Ternyata, kami baru menyadari jika hari Minggu merupakan hari libur Nasional, Tahun Baru Muharam, pantas saja semua tiket habis dipesan hingga beberapa hari kedepan. Ya, saya dan Ratih akan pergi ke Malang kali ini.
Sunday, November 6, 2011
Jepara - Semarang - Surabaya
Lihat Peta Lebih Besar
Ombak di perairan Pulau Jawa pun tak kunjung tenang, suasana Kota Jepara yang kecil pun terus-menerus turun hujan. Angin barat yang diprediksi akan membuat cuaca terus seperti ini akan berlangsung hingga awal Maret, sehingga untuk menunda perjalanan ke Karimun Jawa hingga minggu depan pun bagaikan bermain tebak-tebakan dengan alam.
Backpacking to Bali
Perjalanan saya kali ini ke Bali merupakan perjalanan yang sudah lama sekali ingin saya lakukan, karena saya melakukan perjalanan ini seorang diri dan menggunakan kereta api ekonomi. Perjalanan saya rencanakan menggunakan kereta ekonomi dari Jakarta menuju Surabaya, kemudian dari Surabaya dilanjutkan dengan kereta lagi menuju Banyuwangi, selanjutnya diteruskan dengan Ferry menyebrang Selat Bali dan bus menuju Denpasar.
Surabaya. A City With History.
Lihat Peta Lebih Besar
Riuh rendah bunyi klakson menyambut kedatangan kami begitu keluar dari Stasiun Gubeng, angkutan umum yang ngetem mencari penumpang, calo yang berebut menawarkan jasa taksi dengan cara yang halus, sampai agak kasar dengan menarik-narik lengan kami, abang becak yang juga ikut menawarkan jasa menaiki becaknya kepada kami, yang semuanya kami coba tolak dengan halus. Kami sudah mewaspadai ini kisruh yang mungkin akan terjadi seperti ini dengan membaca beberapa pengalaman orang yang berkunjung ke Surabaya.
Dieng Tent Surfing
Komunitas Couchsurfing (www.couchsurfing.org) grup Jawa Tengah mengadakan acara gathering, tujuannya yaitu untuk saling mengenal di antara anggota komunitas Couchsurfing (CS) , namun acara ini tidak terbatas untuk anggota CS wilayah Jawa Tengah saja. Beberapa peserta gathering ini berasal dari Jakarta, Yogya, Surabaya, bahkan Malang, pada intinya semua orang di undang untuk mengikuti acara ini, baik itu anggota CS atau non-CS. Gathering kali ini akan menggunakan konsep Tent-Surfing, jadi menggunakan tenda, dan siapa pun yang membawa tenda boleh mengundang peserta lain untuk surfing (menginap) di tendanya.
Gabung Mulung Tidung by Couchsurfing and Kakigatel.com
Matahari belum juga terbit di ufuk Timur, ayam pun baru bersuara membangunkan para manusia, namun pagi ini saya sudah dalam perjalanan ke Pelabuhan Muara Angke. Hari ini saya akan berangkat menuju Pulau Tidung, untuk mengikuti acara Charity Event yang dibuat oleh www.couchsurfing.org dan kakigatel.com, acara ini mengajak kita selain berwisata di Pulau Tidung, namun juga ikut turut serta peduli terhadap kebersihan Pulau Tidung. Para peserta yang berjumlah tidak kurang dari 260 orang akan menjadi pemulung di Pulau Tidung.
Enchanting Baduy
Sudah lama saya ingin sekali berkunjung ke perkampungan Suku Baduy, walau perkampungannya tidak terlalu jauh letaknya dari Jakarta, namun tidak adanya teman untuk berkunjung kesana merupakan salah satu kendalanya. Beberapa teman yang pernah saya ajak untuk pegi ke Baduy, rata-rata menolak karena mereka sudah tahu jika mencapai perkampungan Baduy dibutuhkan berjalan kaki menyusuri bukit dan jalan yang banyak menanjaknya.
Pulau Sebesi dan Gunung Anak Krakatau
Nama Gunung Krakatau sudah jauh tersohor, bahkan melebihi batas negara Indonesia, memang ledakannya pada tahun 1883 begitu dahsyat. Dampak ledakannya meluluhlantahkan segala yang berada di sekitarnya, bahkan kabarnya langit di belahan bumi sebelah Utara pun tampak gelap dan berdebu tebal selama seminggu.
Lihat Peta Lebih Besar
Pulau Sebesi dan Krakatau
Nama Gunung Krakatau sudah jauh tersohor, bahkan melebihi batas negara Indonesia, memang ledakannya pada tahun 1883 begitu dahsyat. Dampak ledakannya meluluhlantahkan segala yang berada di sekitarnya, bahkan kabarnya langit di belahan bumi sebelah Utara pun tampak gelap dan berdebu tebal selama seminggu.
Gunung Krakatau yang terletak di Selat Sunda memang sudah tidak ada lagi, berganti dengan Gunung Anak Krakatau. Namun, kepopuleran namanya sebagai salah satu gunung api terdahsyat tetap dikenang. Ledakan Gunung Krakatau membelah lautan, membentuk beberapa pulau yang mengelilingi Gunung Anak Krakatau. Walaupun tidak terlalu tinggi, hanya ± 230 meter dpl dan bertambah tinggi setiap tahunnya, Gunung Anak Krakatau tercatat sebagai salah satu gunung api yang sangat aktif. Seringnya terjadi erupsi disertai gempa sudah sangat sering dirasakan masyarakat yang tinggal di pulau-pulau sekitarnya.
Saya beserta teman-teman yang berasal dari komunitas Couchsurfing berkesempatan melihat langsung keindahan alam Anak Krakatau. Rencana awal untuk menyusun perjalanan dengan membatasi jumlah peserta sebanyak 20 orang pun gagal, karena banyaknya minat dari peserta lain di luar jumlah 20 orang tersebut. Atas permintaan dan bantuan dari salah satu peserta, Grace, saya membentuk peserta menjadi 2 grup, dimana di grup satu lagi akan dibantu untuk di koordinir oleh Grace.
Rute perjalanan yang saya ambil adalah melalui Lampung. Titik awal keberangkatan diputuskan di Terminal Kampung Rambutan, sebanyak 27 orang sudah berkumpul di terminal, sedangkan saya datang tergopoh-gopoh karena membawa alat snorkel sewaan. Tidak tersedianya penyewaan alat snorkel yang layak di Pulau Sebesi menjadi kendala bagi perjalanan kesana. Layaknya, tersedianya penyewaan alat snorkel wajib dimiliki oleh Pulau Sebesi, karena potensi utama pariwisatanya salah satunya adalah kegiatan di bawah air.
Sejenak saya terlena membayangkan esok hari akan dapat menikmati indahnya alam di Pulau Sebesi dan Krakatau, salah satu tempat yang ingin dikunjungi sejak dulu. Lamunan saya segera dibuyarkan oleh supir bus yang kerap menanyakan kapan bus bisa diberangkatkan.
Dengan menaiki Bus Primajasa jurusan Kp. Rambutan – Merak, perjalanan ini pun dimulai. Beberapa peserta memutuskan untuk langsung bertemu di Pelabuhan Merak. Sempat terjadi insiden kecil saat awal keberangkatan, karena salah satu peserta, Gauiter yang berasal dari Kanada tidak saya temukan dalam rombongan. Saat melakukan kontak dengannya, ia pun bingung dimana posisinya, yang ia katakan hanya ia sudah berada dalam bus menuju Merak. Bus kami belum saja jalan, tapi ternyata dia sudah jalan lebih dulu menggunakan bus lain. Masalah lain pun muncul, Atep salah seorang peserta belum juga muncul, jadwal keberangkatan bus sudah molor dari waktunya, berulang kali ditelepon ia hanya mengatakan bahwa masih di jalan. Akhirnya jam setengah 10 Atep pun sampai, diiringi dengan sorakan dari peserta lainnya.
Rasa lelah menghampiri saya, sehingga tertidur selama di perjalanan, saya terbangun saat bus memasuki Terminal Merak, hampir 3 jam perjalanan yang ditempuh dari Terminal Kp. Rambutan. Yang pertama saya lakukan saat tiba di terminal adalah menelpon Gautier, ya dia yang saya khawatirkan akan tidak sampai di Terminal Merak, bagaimana jika ia hilang? apakah saya yang akan bertanggungjawab? pikiran konyol seperti itu kerap saya pikirkan selama perjalanan. Saat ia menjawab telepon saya dan bilang ia sudah sampai di Terminal Merak dan bertemu rombongan saya lainnya, lega rasanya.
Pelabuhan Merak cukup ramai, padahal waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Penumpang yang akan masuk kapal sudah mengantri di depan pintu masuk kapal. Selain rombongan saya, ada beberapa rombongan lain yang sepertinya mempunyai tujuan sama dengan kami, terlihat dari perlatan snorkel yang mereka bawa.
Ada beberapa ruangan yang bisa digunakan dalam ferry ini, terlulis di depan pintu ruangannya sebagai ruangan VIP, yang tentunya ada tambahan biaya jika menggunakannya. Saya yang tidak begitu tertarik dengan ruangan VIP, lalu naik ke dek di lantai atas, disini terdapat beberapa tempat duduk dan sebuah warung kecil. Setelah menaruh barang-barang dan mengambil tempat duduk di sisi yang menurut saya paling nyaman, saya mulai mencoba untuk terbuai dalam mimpi. Sulit ternyata, angin berhembus cukup kencang menambah dinginnya udara dini hari, tempat duduk pun terasa keras dan tidak begitu nyaman. Berulang kali berusaha untuk merubah posisi duduk agar lebih nyaman untuk tidur, masih tidak bisa terpejam juga mata ini. Saya menyerah akhirnya dengan kantuk, berusaha membuka obrolan dengan teman-teman untuk mengisi waktu. Sedikit banyak harus berbicara dengan setengah berteriak, karena suara kami hilang terbawa angin, lelah juga rasanya.
Jam setengah 5 pagi kami tiba di Pelabuhan Bakauheuni, sambil berjalan menuju pintu keluar pelabuhan, saya menghubungi Pak Udin yang mengkoordinir angkot sewaan saya dari Pelabuhan Bakauheuni ke Dermaga Canti. Di luar pelabuhan, ternyata sudah banyak angkot berwarna kuning menunggu penumpang, nampaknya semua telah disewa. Tidak lama setelah hilir mudik, saya berhasil menemukan angkot yang disewa. Pembagian grup sesuai dengan masing-masing anggotanya dimulai sebelum menaiki angkot dan memasukan barang-barang, tidak lama angkot pun mulai berjalan. Jam setengah 6 pagi kami sudah berjalan menuju Dermaga Canti. Semilir angin Lampung yang sejuk mengiringi perjalanan kami ke Dermaga Canti yang terletak di Kalianda.
Dermaga Canti
Tiba di Dermaga Canti, sudah ada kapal yang menunggu rombongan ini, saya memesan 2 kapal yang masing-masing memuat sekitar 22 orang, di luar ABK. Jangan membayangkan kapal ini seperti kapal yang bersandar di Dermaga Marina Ancol, kapal ini adalah kapal kayu, yang ukurannya cukup lumayan besar, berbeda dengan kapal yang biasa disewa di Kepulauan Seribu untuk island hopping, kapal ini terdiri dari 2 tingkat, penumpang bisa duduk di atas kapal jika ingin menikmati matahari dan hembusan angin laut, bisa juga di bagian bawah kapal yang terlindung dari sinar matahari. Jika tidak ingin menyewa kapal, bisa saja menunggu jadwal kapal reguler yang biasa melayani rute Dermaga Canti – Pulau Sebesi setiap pukul 1 siang.
Saya menginstruksikan para peserta untuk mengganti baju dengan pakaian untuk snorkeling, karena kami akan snorkeling sebelum sampai di Pulau Sebesi. Terdapat sebuah toilet kecil yang terdiri dari 4 bilik di dermaga ini. Namun, 4 ruang ini tidaklah cukup menjadi tempat berganti baju bagi 37 orang dalam waktu yang singkat, ditambah dari rombongan lain yang juga akan menggunakannya. Saya dan beberapa teman akhirnya nekat untuk berganti pakaian di depan garasi rumah penduduk. Pembagian alat-alat snorkel dan perkenalan singkat antar peserta dilakukan sebelum menaiki kapal, banyak peserta yang baru saling kenal dengan peserta lainnya, bahkan beberapa tidak ingat namanya walau sudah kenalan sebelumnya.
Semilir angin laut, bau air laut, dan terik matahari laut membuat saya sudah tidak sabar untuk segera menceburkan diri ke laut. Titik pemberhentian pertama kapal adalah di Pulau Sebuku Kecil, pulau ini tidak berpenghuni, sekeliling pulau dipenuhi oleh karang yang sudah mati di pantainya, jadi agak sakit jika berjalan tanpa alas kaki disini. Under water-nya tidak terlalu jernih dan jarang ikan yang hilir mudik, berenang agak ke tengah laut pun sama saja, tidak ada yang terlalu istimewa. Tidak lama kami snorkeling disini, lalu memutuskan pindah ke Pulau Umang-Umang. Perjalanan dari Pulau Sebuku Kecil ke Pulau Umang tidak terlalu lama, kurang lebih 30 menit. Matahari semakin terik menunjukkan sinarnya, beberapa dari kami langsung mengeluarkan senjata andalan, Sunblock. Di Pulau Umang-Umang, bagian depan pulau dipenuhi karang, namun disini lebih banyak jenis ikan dan pemandangan bawah airnya lebih bagus dari pulau sebelumnya. Kita dapat jalan menyusuri pulau yang tidak terlalu luas ini, di bagian belakang pulau terdapat pantai pasir putih, warna pasir yang putih sangat kontras dengan warna airnya yang biru jernih.
Tujuan selanjutnya setelah dari Pulau Umang-Umang, yaitu Pulau Sebesi. Penginapan utama di Pulau Sebesi dikelola oleh Pak Ayun, terdiri dari beberapa rumah, masing-masing rumah bisa dihuni maksimal 10 orang. Karena penginapan penuh di booking oleh grup lain, sebagian dari grup kami terpaksa harus mengalah untuk menginap di rumah warga, berjarak sekitar 100m dari penginapan.
Memasuki Dermaga Pulau Sebesi, terlihat di kejauhan billboard yang member ucapan selamat datang di Pulau Sebesi. Mulanya saya kira Pulau Sebesi adalah pulau yang tidak terlalu besar, namun saya salah, karena di pulau ini pun terdapat sebuah gunung yang cukup tinggi. Penduduk di pulau ini sudah cukup banyak, sekilas di dermaga terlihat beberapa sepeda motor yang terparkir, bahkan mobil. Saya semakin penasaran seluas apakah pulau ini sampai ada mobil di pulau ini.
Pembagian tempat menginap peserta pun selesai, makan siang sudah siap disajikan secara prasmanan, melihat porsi yang disajikan, saya menduga jika porsi ini kurang untuk 42 orang, dan benar saja tidak lama setelah disajikan, makanan langsung ludes tidak tersisa. Tia, sepupu saya yang ikut dalam rombongan kami namun berangkat lebih dulu sebelum saya, baru saja tiba setelah berkeliling pulau. Saat akan makan, mereka hanya bisa gigit jari melihat menu makanan yang tidak tersisa apa-apa.
Gunung Sebesi (Photo by Dian) |
Senja di Pulau Sebesi (Photo by Ojan) |
Jam 2 kami melanjutkan snorkeling di belakang Pulau Sebesi, spot snorkeling disini cukup bagus, namun arus cukup kuat, terdapat soft coral, anemone dan saya melihat clown fish disini, walau tidak banyak. Lelah sekali rasanya hari ini, setelah perjalanan non-stop dari Kp. Rambutan dan dilanjutkan beberapa kali snorkeling. Malam harinya kami berkumpul sambil melihat bintang yang bertebaran bebas di angkasa, indah sekali rasanya, langit pun sangat cerah, sehingga bintang nampak bersinar begitu terang.
Anak Krakatau
Alarm disetel jam 4 pagi, beberapa kali bunyinya tidak berhasil membangunkan saya, pada akhirnya setelah beberapa kali alarm yang saya dismiss, terpaksa saya bangun, tidak tahan dengan suara berisik yang dikeluarkan alarm handphone. Mencuci muka sejenak, mengambil senter, lalu saya berjalan menyusuri gelapnya jalan becek untuk membangunkan teman-teman lain, pagi ini kami akan melihat sunrise dari Krakatau. Namun, rencana untuk pergi jam setengah 5 pagi dari Pulau Sebesi pun mundur, adanya masalah dengan konsumsi pagi hari yang belum selesai dimasak, karena dapur tempat memasak terkena hujan, menyebabkan kami berangkat jam 5 pagi. Udara terasa cukup dingin di dermaga, tidak ada penerangan di dermaga, hanya lampu senter yang membantu menerangi dermaga dalam menaiki kapal.
Kapal perlahan meninggalkan dermaga, tanpa penerangan sama sekali, salut kepada nakhodanya yang sanggup mengarahkan kapal menuju arah yang benar. Perjalanan dari Pulau Sebesi ke Krakatau memakan waktu 1 jam, hujan deras membuat ombak cukup besar menerpa kapal kami, tadinya beberapa peserta duduk di atas kapal, hujan membuat mereka harus masuk ke dalam kapal. Mesin kapal mulai dimatikan, tandanya kami sudah sampai di Krakatau, jam 6 pagi, ketika sinar matahari sudah muncul cukup tinggi. Cuaca cerah menyambut kedatangan saya di Cagar Alam Gunung Krakatau, pemandangan pertama yang dilihat adalah pasir hitam, tipikal pasir gunung vulkanik. Rombongan saya adalah yang pertama sampai, tidak lama datanglah kapal rangger ke cagar alam ini, saya menemui rangger yang bertugas menjaga vegetasi di Krakatau untuk meminta izin hiking Krakatau.
Gentlemen & Ladies! |
Pesisir Gunung Anak Krakatau (Photo by Bronto) |
Kami mulai mendaki, sepintas jika melihat dari jauh, terasa mudah untuk mendaki, namun begitu mendaki, terasa cukup berat, karena pasir langsung amblas saat dipijak, kemiringan lereng gunung pun cukup curam. Kurang lebih 1 jam waktu yang diperlukan untuk mendaki hingga pundak pertama Krakatau. Hanya diperbolehkan mendaki sampai titik ini saja. Begitu sampai di puncaknya, usaha untuk naik hingga ke puncak terbayar dengan pemandangan sangat indah dari puncak Anak Krakatau. Hamparan lautan luas dan pulau-pulau disekitar terlihat begitu indahnya, saya terkesima dengan pemandangan yang tersuguh di depan mata saya ini, Tuhan memang Maha Kuasa menciptakan alam ini begitu indahnya. Dari puncak Anak Krakatau ini dapat terlihat sisa dari ledakan Gunung Krakatau yang membentuk beberapa pulau mengelilingi Anak Krakatau ini, mendeskripsikan betapa besarnya Gunung Krakatau dahulu kala. Sejenak saya termenung lama di puncak Anak Krakatau, menikmati hembusan angin yang bertiup cukup kuat.
Perhitungan waktu yang menyudahi keinginan saya untuk tetap berada di puncak Anak Krakatau ini, kapal meninggalkan Anak Krakatau, menyisakan pengalaman tidak terlupakan telah mengunjungi Anak Krakatau ini. Kami harus melanjutkan perjalanan, kali ini menuju Lagoon Cabe untuk snorkeling lagi. Tidak lama, kapal menambatkan jangkar, rupanya kami sudah tiba di Lagoon Cabe, tidak terlalu jauh dari Gunung Anak Krakatau, boleh saya bilang disini adalah spot snorkeling paling bagus dibandingkan sebelum-sebelumnya, visibility-nya sangat jernih, saya bisa melihat dari atas kapal hingga ke dasar laut, walau cukup dalam, begitu menggoda. Sambil menggenggam sepotong roti, saya turun mendekati kerumunan ikan yang berenang dengan lincahnya, saya mulai menaburkan remah-remah roti yang langsung disambar dengat cepat oleh ikan-ikan. Puas bercanda dengan ikan-ikan dan melihat pemandangan bawah air Lagoon Cabe, kami harus bergegas pulang, karena perjalanan kami masih panjang.
Menuju Puncak Krakatau |
Menuruni Puncak Krakaktau (Photo by Bronto) |
Perjalanan Pulang
Jam setengah 3 kapal mulai meninggalkan Pulau Sebesi, ABK menyuruh kami untuk masuk ke dalam kapal, karena ombak lumayan besar saat ini, benar saja tak lama kapal berjalan, ombak besar menghantam kapal, membuat kapal bergoyang cukup kuat. Beberapa dari teman memilih untuk tidur agar tidak mabuk laut, begitu juga dengan saya. Sekitar 1 jam perjalanan melewati ombak yang cukup besar, akhirnya kami sampai kembali di Dermaga Canti. Sebelum pulang, beberapa teman meminta untuk mampir ke toko oleh-oleh khas Lampung, membeli keripik pisang, kemplang, kopi khas Lampung, dan pempek.
Ferry dari Bakauheuni ke Merak di tiket berangkat pada pukul 6.45, nyatanya kapal baru beranjak meninggalkan pelabuhan pukul 8 malam. Baru tahu jika di atas kapal ferry ada hiburan live music sekarang, tidak semua kapal, kebetulan kapal yang kami tumpangi riuh dengan suara musik dangdut, Gautier dan Filip kami daulat untuk bergoyang bersama penyanyi di panggung.
Bis yang kami booking akan pergi pada pukul 8.50, jelas tidak terkejar waktunya, saya pun cukup gusar dengan kondisi ini. Untungnya, ada ketua rombongan lain yang juga akan pulang menuju Jakarta dan menolong kami untuk booking bis yang sama dengan mereka gunakan.
Gautier & Filip Bergoyang (Photo by Bronto) |
Saat sampai di Terminal Merak, kami harus berpisah, karena bis yang di booking oleh rombongan lain belum penuh, jadi tidak mau jalan, sebagian rombongan kami pun terpaksa smenumpang bis tersebut, dan sebagian lain menumpang bis lain. Sampailah kami di Jakarta jam 3 pagi!!!.
Fact behind story :
Bus Jakarta – Merak : 17.000
Ferry Merak – Bakauheuni : 11.500
Charter angkot Bakauheuni – Canti : 150.000/10 orang = 15.000
Charter perahu Canti – Sebesi – Canti (termasuk island hopping) 2 hari = 2.200.000/20
Rangger + Permit Krakatau : 200.000/20 = 10.000
Makan 4 kali : 60.000/orang = 15.000 sekali makan
Sewa snorkel (dr Jakarta)
Tuesday, April 5, 2011
Rujak Soto..??
Lihat Peta Lebih Besar
Berkunjung ke Banyuwangi setelah menempuh perjalanan dari Surabaya dengan kereta, kami salah waktu pergi ke Banyuwangi menjelang akhir pekan, karena tiket kereta habis, terpaksalah kami duduk di gerbong restorasi, disertai tatapan sinis dari pelayan, karena kami duduk di kursi makan. Agar muka pelayannya berubah jadi manis dan senyum, kami memesan makanan dan minuman.
Sampai di Stasiun Ketapang, Banyuwangi pada pagi hari, ternyata kami salah turun, mustinya turun 1 stasiun sebelum Ketapang, yaitu Karangasem, ini akibat kami pindah dari gerbong restorasi ke gerbong eksekutif yang sudah mulai kosong, nyamannya tempat duduk dan AC membuai kami hingga tertidur, dan stasiun tujuan pun terlewati. Untung saja rel kereta hanya sampai Ketapang, Banyuwangi, bagaimana ceritanya jika kereta langsung ke Bali.
Tuesday, February 15, 2011
First Posting This Year
Happy New Year 2011....*telat abissss!!
Yup, this is my first posting in this year. Wishing you and of course me for having very good prosperity this year.Amin.
I've been very lazy lately, for doing anything, also for writing blog, although I had so many stories to tell and share. Now, I'm ready to write it down..
Wait..wait...what about if I write it tonight? Because I have to go now :))
HAHA
Cheers
Yup, this is my first posting in this year. Wishing you and of course me for having very good prosperity this year.Amin.
I've been very lazy lately, for doing anything, also for writing blog, although I had so many stories to tell and share. Now, I'm ready to write it down..
Wait..wait...what about if I write it tonight? Because I have to go now :))
HAHA
Cheers
Subscribe to:
Posts (Atom)
My TripAdvisor
- View my profile
- Create your own travel map or travel blog
- Search for vacation rentals at TripAdvisor