Sunday, November 6, 2011

Enchanting Baduy


Lihat Peta Lebih Besar

Jakarta - Ciboleger

Sudah lama saya ingin sekali berkunjung ke perkampungan Suku Baduy, walau perkampungannya tidak terlalu jauh letaknya dari Jakarta, namun tidak adanya teman untuk berkunjung kesana merupakan salah satu kendalanya. Beberapa teman yang pernah saya ajak untuk pegi ke Baduy, rata-rata menolak karena mereka sudah tahu jika mencapai perkampungan Baduy dibutuhkan berjalan kaki menyusuri bukit dan jalan yang banyak menanjaknya.

Akhirnya saya bertemu dengan Ais, yang sudah beberapa kali berkunjung ke Baduy, melihat saya begitu antusias untuk ke Baduy, Ais pun berjanji akan membuat trip kesana. Tidak butuh waktu lama, begitu thread tentang perjalanan ke Baduy di posting di www.couchsurfing.com , maka saya langsung mendaftar.  Ais membatasi peserta agar tidak lebih dari 12 orang, yang tertarik untuk ikut pun lumayan banyak, namun yang berangkat hanya 8 orang saja.

Titik pertemuan kami adalah di Stasiun Tanah Abang jam 7 malam. Kami akan naik kereta terakhir menuju Rangkas. Berhubung lokasi kantor saya di daerah Mangga Dua, saya memilih untuk naik kereta dari Stasiun Kampung Bandan yang terletak di belakang WTC Mangga Dua. Kereta yang saya tumpangi sama dengan kereta yang akan dinaiki dari Stasiun Tanah Abang. Jam setengah 8 tepat, kereta mulai meninggalkan Stasiun Kampung Bandan, saya sempat kesulitan menghubungi teman-teman yang menunggu di Stasiun Tanah Abang, nomor telepon saya di blokir karena lupa membayar tagihan :p. Akhirnya saya berkomunikasi dengan salah satu teman yang menunggu di Stasiun Tanah Abang melalui media Twitter (thanks I have it).

Sampai di Stasiun Rangkas pukul 11 malam, kami sudah ditunggu oleh Musung, Musung ini adalah penduduk Suku Baduy Luar yang juga teman Ais, dia yang biasa menemani Ais jika berkunjung ke Baduy. Dari Rangkas, kami menyewa Elf untuk sampai ke Ciboleger, Ciboleger ini adaah titik terakhir sebelum memasuki perkampungan Baduy. Sekitar jam 12 malam, Elf chateran kami pun sampai di Ciboleger, sudah tidak ada kehidupan tengah malam begini, sunyi senyap. Kami bermalam di atas sebuah warung, ada dua buah kamar yang disediakan, menurut saya kamar ini biasa ditempati oleh para pengunjung yang bermalam di Ciboleger.


Peraturan Memasuki Kawasan Baduy

Subuh, kami sudah bangun dan mandi, temperatur air cukup dingin, namun menyegarkan di pagi hari. Setelah sarapan di warung setempat, kami pun memulai perjalan memasuki perkampungan Baduy. Beberapa menit pertama, medan yang dilalui masih mudah, turunan dan tanjakan bukit tidak terlalu curam, melewati sungai kecil yang melintasi jalan setapak kami. Di jalan kami sering berpapasan dengan penduduk Suku Baduy yang berjalan rombongan atau sendiri. Pakaian khas mereka menjadi ciri utama apakah mereka Suku Baduy dalam atau Suku Baduy luar.

Baduy Dalam

Sekitar satu jam berjalan kaki, menaiki dan menuruni bukit, akhirnya kami sampai di Gajebo, perkampungan Baduy luar. Kami beristirahat sejenak di rumah Musung. Disuguhi satu buah teko berisi teh, termos kopi, dan beberapa buah gelas, sambil menikmati suguhan, kami tidur-tiduran meluruskan kaki di serambi rumah Musung.

Kurang lebih satu jam beristirahat, kami diperlihatkan peta tapak wisata kawasan Baduy oleh Musung, ternyata yang kami lalui baru saja sepersekiannya wilayah Baduy, diperlukan satu hari lebih berjalan kaki untuk menuju perkampungan terakhirnya.
Perjalanan dilanjutkan dengan tekat untuk mencapai Cibeo, perkampungan pertama suku Baduy Dalam. Menurut perkiraan, untuk mencapai Cibeo dari Gajebo dibutuhkan 6-8 jam berjalan kaki manusia normal, untuk ukuran orang Baduy bisa menempuh jarak tersebut dengan 4 jam saja.

Salah satu teman perjalanan kami rupanya mempunyai asma, kami tidak mau meninggalkannya di Gajebo, namun khawatir juga jika ia ikut nanti akan terjadi apa-apa di tengah perjalanan. Musung menyarankan untuk melanjutkan perjalanan, namun dengan perlahan-lahan, semua barang bawaannya dibawa oleh Musung.
Perlahan kami kembali menyusuri jalan setapak yang ada, menuruni bukit, menaiki bukit, mulai tanjakan yang landai hingga tanjakan yang curam kami lewati. Ada satu tanjakan yang sangat curam dan panjang jaraknya, Musung menamai tanjakan tersebut dengan Tanjakan Cinta. Hujan deras menemani perjalanan kami, kami terbantu dengan adanya hujan ini, karena perjalanan menanjak dan panas terik menjadi lebih mudah setelah hujan, walaupun di beberapa tempat jalan tanah menjadi licin. Kami berteduh sejenak di sebuah bilik kosong di pinggir jalan, bilik ini sering digunakan Suku Baduy untuk beristirahat.

Jalan Menuju Baduy Dalam
Cukup beristirahat, kami melanjutkan perjalanan kembali dengan hujan-hujanan dan resiko barang bawaan kami basah semua. Sore hari kami akhirnya tiba di Cibeo, perkampungan pertama suku Baduy Dalam. Perkampungan ini terdiri dari beberapa rumah panggung, rumahnya terbuat dari kayu dan bambu, cukup sederhana, tanpa penerangan sama sekali, hanya lilin yang menyala. Di dalam rumah, tidak terdapat banyak sekat yang memisahkan ruangan, hanya ada satu sekat yang memisahkan kamar dengan ruang lainnya. Dapur kecil terletak di ujung salah satu ruangan, hanya ada satu tungku untuk memasak.

Setelah mendapat tempat untuk bermalam di salah satu rumah warga, beberapa dari kami mandi di sungai yang terletak tidak terlalu jauh dari perkampungan. Tidak ada toilet disini, jadi setiap kegiatan MCK harus dilakukan di sungai.  
Sungai Yang Mengalir di Baduy

Malam menjelang, lalu kami mengeluarkan bahan makanan yang kami bawa untuk dimasak, sarden kaleng, tempe mentah, dan beberapa makanan cepat saji lainnya segera dimasak. Tidak lama, makanan sederhana ini pun siap dihidangkan, walau sederhana, namun terasa sangat lezat saat disantap ramai-ramai.
Kami menghabiskan malam dengan mengobrol bersama pemilik rumah, mereka lancar berkomunikasi dalam bahasa Indonesia, walaupun sesekali menggunakan bahasa Sunda yang saya tidak mengerti walaupun saya orang Sunda. Segala pertanyaan mengenai Suku Baduy kami tanyakan kepada mereka, mengenai upacara adat, perkawinan, hingga makanan mereka.

Sayangnya kami tidak dapat mengabadikan gambar disini, karena mereka memegang teguh prinsip untuk tidak memperbolehkan segala sesuatu yang berupa elektronik untuk digunakan disini. Kami pun menghormati prinsip yang mereka anut.

Yang saya perhatikan mengenai penduduk suku Baduy, terutama suku Baduy Dalam adalah tatapan matanya yang sangat tajam jika melihat orang lain. Pancaran matanya menimbulkan aura tersendiri, tajam namun tetap bersahabat. Beberapa teman saya bilang bahwa penduduk suku Baduy tampan-tampan dan cantik-cantik, pernyataan itu benar adanya, mereka memang cantik dan tampan. Jari kaki penduduk suku Baduy lebar-lebar, mungkin karena mereka terbiasa berjalan kaki kemana-mana tanpa alas kaki.
Rumah Baduy

Esok paginya, sekitar jam delapan pagi kami sudah beranjak meninggalkan perkampungan suku Baduy Dalam, sungguh kunjungan yang singkat, namun sangat bermakna karena dapat mengenal suku Baduy Dalam. Perjalanan pulang menuju Ciboleger kali ini tidak seberat perjalanan pergi, karena lebih banyak jalan yang menurun dibandingkan menanjak. Jam 12 siang kami sudah tiba di Gajebo, kemudian beristirahat sejenak dan mandi di rumah Musung. Jam setengah 2 siang kami sudah tiba di Ciboleger, Elf sewaan yang akan mengantar kami kembali ke Stasiun Rangkas pun sudah menunggu. Sepanjang perjalanan dari Ciboleger ke Rangkas, saya melihat banyak tambang-tambang kecil yang mengeruk sumber daya alam setempat, seperti pasir dan emas.

Jika mengunjungi Baduy, jangan lupa untuk membeli cinderamat khas Baduy, seperti gantungan kunci, kaos, dan lain-lain. Harga yang ditawarkan cukup murah, membeli di suku Baduy Dalam tidak menjamin harga barang tersebut lebih murah, saya mendapat harga sedikit lebih mahal saat membeli pada suku Baduy Dalam.
Sampai di Stasiun Rangkas pukul 3, kami telat untuk naik kereta Rangkas-Kp. Bandan, akhirnya menunggu kereta Merak-Kota jam 4 sore. Saat kereta datang, kereta sudah penuh sesak, karena mengangkut penumpang mulai dari Merak.

Perjalanan kali ini sungguh melelahkan, hampir semua merasakan hal yang sama. Dan beberapa teman saat perjalanan pulang cerita mengenai keganjilan yang mereka alami saat disana, namun tidak dengan saya.

No comments:

Post a Comment

My TripAdvisor