Monday, October 22, 2012

Kenapa Harus CouchSurfing?



Perbincangan menarik ini terjadi antara saya dengan 2 orang traveler dari Slovenia dan Austria di sebuah kamar dormitory di Siam Reap. Sudah satu tahun lebih saya bergabung dengan CouchSurfing dan tidak pernah memikirkan hingga sejauh itu.

Selama ini, yang terlintas di benak dan pikiran saya adalah CouchSurfing hanyalah sebuah komunitas yang menghubungkan traveler dengan traveler lainnya. Nyatanya lebih jauh dari itu. Bagi mereka yang sering melakukan perjalanan lintas negara dan menggunakan CouchSurfing akan mudah memberikan jawaban jika diberikan pertanyaan seperti ini. CouchSurfing adalah nyawa kami saat traveling, itu yang dilontarkan oleh Eta Mijoc, seorang gadis Slovenia berumur 24 tahun. Saya hanya bisa merenungkan kata-katanya.

Memang CouchSurfing bukan hanya sebuah web ataupun komunitas online, tapi CouchSurfing nyata. Anggotanya saling berinteraksi satu dengan lainnya, tidak terbatas pada budaya, agama, ras, status sosial, dan juga daerah. CouchSurfing juga bukan hanya sekedar mencari akomodasi dan menyediakan akomodasi gratis bagi traveler, tapi lebih jauh, ada nilai yang dibawa dan terjadi pertukaran saat berinteraksi sesama anggota CouchSurfing.

CouchSurfer Ho Chi Minh
Karakter CouchSurfer tiap negara, bahkan tiap daerah berbeda-beda. Beberapa traveler yang pernah surfing di tempat saya mengatakan jika CouchSurfing di Indonesia sangat ramah dan aktif, berbeda dengan CouchSurfing di negara asalnya, dan interaksi yang terjadi antar anggota CouchSurfing di Indonesia cukup erat. Contohnya saat mereka tinggal di Jakarta, mereka menginap di rumah saya, saat mereka ke Bandung, saya referensikan kepada anggota CouchSurfing Bandung yang saya kenal, lalu saat pindah ke Yogyakarta, mereka mendapat referensi host dari anggota CouchSurfing Bandung, begitu seterusnya saat mereka pindah kota.
Georg dan Jakob
Milan dan Sarka dari Ceko
Milan membantu membuat lemper di kala Lebaran

Pengalaman menjadi host yang baik dengan tidak membeda-bedakan saat menerima tamu ternyata tidak menjamin saya akan mendapatkan hal sama saat di negara lain. Belum tentu saat mengirimkan CouchRequest akan diterima. Saya pernah mengirimkan lebih dari 10 CouchRequest saat saya mengunjungi Phuket, tapi tidak ada satupun yang merespon, baik itu masyarakat lokal ataupun expatriate yang tinggal di Phuket. Entah mungkin ada yang salah dengan CouchRequest saya, tapi hal ini bukan hanya sekali saya alami, sebelumnya di Vietnam dan Kamboja, saya pun mengirimkan CouchRequest namun tidak ada yang merespon. Ditolak berkali-kali tetap tidak menyurutkan saya terhadap komunitas ini. Saya yakin di belahan dunia lain, para CouchSurfer akan berbaik hati membukakan pintu rumahnya untuk saya.


Thursday, October 18, 2012

Menikmati Siam Reap dan Angkor Wat

Belum lama rasanya saya terlelap tidur, namun bunyi alarm dari hp cukup nyaring untuk membangunkan saya pagi itu. Sengaja, saya bangun pagi sekali, karena akan melihat sunrise di Angkor Wat yang (katanya) sangat mempesona.

Di depan hostel sudah berkumpul beberapa pengendara tuk-tuk yang menawarkan untuk mengantarkan keliling Angkor Wat, namun saya tolak, karena saya akan berkeliling dengan sepeda. Sepeda ontel yang saya sewa seharga USD 2 dari hostel mulai saya kayuh, kondisinya tidak bisa dibilang masih bagus, namun juga tidak jelek. Saya sudah cukup telat untuk melihat sunrise pikir saya, karena saya berangkat pukul 4.30 pagi dan saya belum tahu jarak dari Kota Siam Reap ke Angkor Wat berapa jauh.

Wednesday, October 17, 2012

CouchSurfing World

Saya ingat sekali, pertama berkenalan dengan komunitas ini medio Desember 2010, tidak ada keinginan untuk bergabung, apalagi harus terlibat di dalamnya. Pepatah yang mengatakan tidak kenal maka tidak sayang mungkin terjadi pada saya saat itu. 

Sebenarnya, apa itu CouchSurfing? Jika melihat namanya sekilas, langsung mengarahkan pandangan orang kepada olahraga surfing. Nyatanya, anggota CouchSurfing pun melakukan surfing, tapi dari sofa ke sofa di berbagai belahan dunia. CouchSurfing merupakan komunitas traveler global yang anggotanya menyediakan tempat tinggal sementara secara gratis bagi traveler yang berkunjung ke suatu daerah dan berfokus pada cultural exchange dan juga membangun networking services bagi para anggotanya  Dibuat istilah “couch” atau sofa bisa jadi karena secara umum, ruang yang disediakan untuk tidur bagi anggota CouchSurfing bisa jadi hanyalah sofa, bukan kamar, ataupun hanya ruangan kecil yang beralaskan matras.

Perkenalan resmi saya dengan CouchSurfing dimula ketika seorang teman dari Bandung datang menginap di rumah saya dan menceritakan apa itu CouchSurfing, ia baru saja menjadi anggotanya saat itu. Awal melihat web-nya cukup rumit, karena banyaknya yang harus diisi untuk melengkapi profil anggota CouchSurfing, perlu lebih dari 1 minggu bagi saya untuk melengkapi profil tersebut dan mengerti isi web CouchSurfing.

Pertemuan saya sesungguhnya dengan anggota komunitas CouchSurfing adalah pada gathering bulanan CouchSurfing Jakarta bulan Februari 2011 di Restoran Steak Lover dibilangan Kemang, Jakarta Selatan. Restoran berlantai dua ini dimiliki oleh salah seorang anggota CouchSurfing, Mba Nuri. Ia berbaik hati membiarkan restorannya “diacak-acak” untuk gathering CouchSurfing. Lebih dari 80 orang hadir pada gathering itu, CS Indonesia dan CS luar Indonesia (saya kurang suka menyebut lokal dan bule). Tema yang diusung pada gathering itu adalah Valentine Day, karena memang diadakan pada bulan Februari, sehingga dress code yang harus digunakan adalah baju merah/pink.

Pada bulan Juli 2012, gathering bulanan CouchSurfing Jakarta diadakan di rumah saya, bertepatan dengan bulan puasa, sehingga gathering sambil berbuka puasa. Menurut daftar hadir, lebih dari 100 orang hadir dalam gathering tersebut, cukup ramai.
Suasana gathering
Olympic games

Pulang dari gathering, saya merasa jika CouchSurfing berbeda dengan komunitas lainnya, bukan saya menganggap remeh komunitas lain, tapi saya merasa visi dan misi CouchSurfing sejalan dengan saya.  Yang paling menarik bagi saya dari CouchSurfing adalah adanya cultural exchange jika saya melakukan hosting dan surfing. Dengan membuka pintu rumah kita kepada traveler dari berbagai negara, memungkinkan terjadinya pertukaran kebudayaan, tanpa harus berkunjung terlebih dahulu ke negaranya.

Sebelum menjadi anggota CouchSurfing, pernah ada yang orang Belanda dan Jepang yang tinggal di rumah saya, pertemuan dengan mereka secara tidak sengaja sehingga akhirnya mereka bisa tinggal di rumah saya. Patrick, seorang berkebangasaan Jerman berusia 20 tahun menjadi tamu pertama kali saya sejak menjadi anggota CouchSurfing, ia berkeliling beberapa negara Asia selama 6 bulan. Dalam menerima tamu, saya tidak membedakan untuk CS Indonesia dan CS luar Indonesia, semua saya terima dengan baik. Beberapa saya tolak, karena mereka tidak membaca terlebih dahulu apa yang saya tulis di profile CouchSurfing saya. Membaca profil orang yang akan kita hosting ataupun kita akan surfing itu sangat penting. Oh ya, sebagai anggota CouchSurfing kita tidak selalu harus siap menerima tamu di rumah, bisa saja kita mengatur profil kita hanya untuk “Coffee & Drink”, yang artinya kita tidak bisa menerima tamu di rumah, tapi kita bisa bertemu untuk sekedar minum bersama anggota CouchSurfing lain.
Patrick
Bersama Maurice, Georg, dan Jakob di Bali

Saya biasanya tidak terlalu ketat pada jumlah hari para anggota CouchSurfing menginap di rumah saya, andaikata mereka nyaman dan saya juga nyaman, biasanya mereka bisa tinggal lebih dari 3 hari. Ada kakak beradik dari Jerman, Georg dan Jakob yang tinggal di rumah saya lebih dari 9 hari, beberapa tinggal selama 5 hari. Tamu saya yang paling aneh adalah Roma dan Dennis dari Rusia, saat pertama menulis CouchRequest kepada saya, mereka janji akan sampai di rumah saya pada pukul 5 sore, nyatanya hingga pukul 10 malam mereka belum juga datang, pada pukul 10.30 saya mendapat sms dari nomor Rusia jika mereka 5km dari rumah saya. Saat sampai di rumah, mereka bercerita jika mereka ingin hitch hike (menumpang) mobil dari Bandara Soekarno-Hatta, namun tidak ada mobil yang berhenti, sampai akhirnya ada mobil kedutaan Jerman yang memberikan mereka tumpangan hingga Bundaran HI, dan mereka jalan kaki dari Bundaran HI menuju Pasar Minggu, kurang lebih 20km dengan tas besarnya!

Selain hosting, saya juga mencoba untuk surfing saat traveling, surfing pertama saya adalah di tempat Michele, di Pulau Penang, Malaysia. Tidak terlalu mudah untuk menemukan anggota CouchSurfing yang mau diinapi, hal ini saya jumpai di Phuket, Thailand, saat saya mengirim lebih dari 10 CouchRequest, namun tidak ada satupun yang menanggapi, hingga akhirnya saya tinggal di hostel. Ya memang tidak selalu beruntung mendapatkan host yang mau menerima kita. Di Ho Chi Minh pun begitu, dari 7 CouchRequest yang saya kirim, tidak ada yang respon. Namun, saya melakukan city tour bersama beberapa CouchSurfer dari Ho Chi Minh.
City tour bersama CS di Ho Chi Minh

Selain hosting dan surfing, traveling bersama anggota CouchSurfing menjadi hal yang sangat menyenangkan, karena kami mempunyai hobi yang sama, yaitu traveling dengan berbiaya murah. Berbagai tempat di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera sudah kami kunjungi bersama.
Traveling ke Krakatau
Gathering CS Jawa Tengah dan Yogya

CouchSurfing Indonesia mempunyai festival tahunan sejak tahun 2010, yang mana tahun sebelumnya dilaksanakan di Jakarta, tahun ini yang berkesempatan menjadi tuan rumah adalah Bali. Di CSI Festive ini biasanya banyak kegiatan yang melibatkan anggota CouchSurfing ataupun komunitas lain. Kegiatan yang dilaksanakan tahun lalu diantaranya hitch hiking race  dan Pecha Kucha.Tahun ini lebih banyak kegiatan, diantaranya ada bakti sosial yang menggandeng komunitas lainnya.

Saya merasa komunitas CouchSurfing ini membuka jendela dunia saya, untuk memperhatikan berbagai macam kebudayaan dunia dan karakter orang-orangnya.




My TripAdvisor