Kami sampai di Terminal Pinang
Baris setelah menempuh perjalanan 4 jam lebih dari Bukit Lawang. Kali ini kami
menaiki angkutan jurusan Kabanjahe, bukan Berastagi tujuan kami, tapi Tongging,
sebuah desa kecil di sisi Danau Toba. Desa ini terkenal karena tak jauh dari
desa ada sebuah air terjun tertinggi di Indonesia, yaitu Air Terjun
Sipiso-Piso, tingginya kurang lebih 120 meter, atau setinggi Monumen Nasional
(Monas). Dinamakan Sipiso-Piso, karena bentuk air yang jatuh membentuk seperti
pisau saking derasnya.
Beberapa angkutan yang kami tumpangi berhenti untuk mengambil penumpang, tidak peduli penumpang sudah penuh dan tidak ada lagi tempat duduk tersisa, angkutan tersebut terus berhenti. Untungnya kami duduk di depan, jadi tidak merasakan penuhnya penumpang pada bagian belakang. Udara perlahan berubah menjadi sejuk, tanda kami memasuki wilayah Berastagi. Sekilas saya melihat Berastagi tak ubahnya seperti kawasan Puncak di Bogor, bahkan lebih indah kawasan Puncak, karena selama perjalanan disuguhi dengan hamparan kebun teh.
Penumpang sedang manaikkan barang ke Elf |
Supir angkutan berbaik hati
mengantar kami ke tempat untuk menunggu angkutan lain yang akan menuju
Tongging, karena angkutan ini hanya sampai Terminal Kabanjahe. Setelah membayar
sebesar 30rb untuk 2 orang, kami berpindah angkutan, angkutan ini lebih kecil
dari sebelumnya, menggunakan mobil L300 yang disesaki penumpang dan juga barang
bawaan. Angkutan berbelok kanan di petigaan Merek, memasuki jalan menuju
Tongging, angkutan bermanuver dengan lincah ke kanan dan ke kiri, sang supir
seolah sudah hapal dengan lajur sempit yang kanan kirinya bukit dan jurang.
Dari kejauhan pemandangan Air Terjun Sipiso-piso yang tertutup bukit nampak
terlihat, indah sekali, tak sabar rasanya mengunjungi tempat tersebut.
Kami turun di depan Pasar
Tongging, pasar ini sudah tutup, tidak besar ukurannya. Di depan kami sudah
terhampar Danau Toba, ada beberapa orang yang asik memancing dan bermain di
air. Kami memilih untuk menuju penginapan yang sebelumnya kami lihat di
internet. Namanya penginapan Roman Sinasi, letaknya kurang lebih 1 km dari
Pasar Tongging, melewati perkampungan warga. Perkampungan ini tidaklah bagus,
cenderung kotor dan jorok, saya pun membayangkan hotel yang kami tuju berada
pada lokasi seperti ini. Hotel yang kami tuju pun terlihat, letaknya terpisah
dari perkampungan warga, cenderung sunyi, di sebelahnya ada penginapan Sibayak
yang Nampak lebih baru. Kami memilih untuk menginap di Roman Sinasi, saat
melihat bangunan dan kondisi hotelnya kami tak menyesali pilihan ini. Halaman
hotel ini dipenuhi tanaman yang dirawat dengan baik, bentuk bangunan kamarnya
perpaduan desain Batak dan Bali. Dengan tariff seharga Rp.100.000/malam, saya
rasa hotel ini memiliki harga yang pantas.
Hotel Roman Sinasi |
Kami memesan nasi goreng untuk
makan malam, seharga Rp.10.000 dan juga mie goreng dengan harga yang sama.
Malam sangat sunyi disini, beberapa kamar sudah tertutup rapat pintunya, kami
mengobrol di lobby kamar. Hotel ini menurut penjaganya adalah milik orang
Jakarta berdarah Batak, ia seorang dosen di Universitas Trisakti, jarang ia
datang kemari, ia menyerahkan operasional hotel kepada stafnya.
Petani eceng gondok di Danau Toba |
Esok hari, pagi mendung menyapa
kami, saya melihat-lihat ke area di belakang hotel, sungguh indah, Danau Toba
tepat di belakang hotel ini. Terlihat beberapa masyarakat yang bekerja di dekat
danau, mereka mengumpulkan eceng gondok yang tumbuh subur di danau ini.
Kami menyalakan kereta (istilah
untuk motor bagi penduduk setempat), kereta yang kami sewa seharga 50rb itu
akan kami gunakan untuk menuju Air Terjun Sipiso-Piso dan menyusuri Danau Toba. Jam 6.30 pagi
kami tiba di pelataran parkir Air Terjun Sipiso-Piso, meletakkan kereta kami di depan sebuah
warung makan. Lalu kami turun perlahan ke Air Terjun Sipiso-Piso, sudah
tersedia tangga yang landai untuk menuju air terjun ini. Tak sempat menghitung
jumlahnya, yang jelas cukup banyak. Di tengah perjalanan, ada sebuah pos untuk
berteduh dan duduk sementara, kondisinya penuh dengan coretan pelaku vandalism.
Kurang lebih 20 menit yang dibutuhkan untuk menuruni seluruh tangga menuju Air
Terjun Sipiso-piso. Sekedar saran, karena debit air yang cukup kencang, untuk
foto dari dekat air terjun perlu diperhatikan kamera, karena cipratan airnya
kemana-mana dan juga lebih indah mengambil foto Air Terjun Sipiso-Piso dari
atas.
Air Terjun Sipiso-Piso |
Air Terjun Sipiso-Piso |
Danau Toba |
Di air terjun ini, cukup puas
dengan hanya main air di sungai kecil yang dialiri dari Sipiso-piso. Untuk
mendekat ke air terjunnya, seringkali terhalang cipratan air yang deras. Tak
lama, kami kembali ke pelataran parkir, perjalanan lebih berat dari semula,
karena kami menaiki tangga. Saat di atas, sempatkan untuk mengabadikan beberapa foto keindahan Danau Toba yang nampak jelas darisini.
Pantai Mutiara di Danau Toba |
Kereta saya arahkan kembali ke
Desa Tongging, melewati hotel kami dan menuju Silalahi, kabarnya disana ada
pantai berpasir putih. Beberapa orang bilang, jika ingin menikmati Danau Toba
yang masih indah, ya disini. Sepanjang perjalanan, kami disuguhkan pemandangan
landscape perbukitan Tongging yang luar biasa. Sekitar 30 menit berkendara,
kami sampai di ujung jalan, ada sebuah PLTA disana.
Landscape Silalahi |
Tugu Makam Raja Silalahisabungan |
Saya sempatkan mampir di Tugu Makan Raja Silalahisabungan yang terletak di pinggir Danau Toba. Silsilah Raja Silalahi terpampang di tugu ini.
No comments:
Post a Comment