Thursday, January 17, 2013

Mendaki Gunung Papandayan

Melanjutkan perjalanan dari Situs Candi Cangkuang, kami bertiga melanjutkan perjalanan ke Gunung Papandayan, dengan menaiki angkot tujuan Terminal Guntur, sepanjang perjalanan menuju Garut jalan macet dipenuhi kendaraan dengan berbagai macam tipe plat nomor. Mayoritas didominasi kendaraan berplat B dan D. 

Hujan gerimis menemani kami sepanjang perjalananan, tak urun membuat kami perlu berteduh dan sekaligus makan setelah seharian belum makan. Kami minim persiapan untuk naik ke Gunung Papandayan, karena memang tidak mau repot membawa barang banyak, terlebih kami hanya satu hari berada di Gunung Papandayan.
Beberapa potong roti, kue kering , dan 3 botol air mineral 1 liter cukup bagi kami. Perjalanan kami lanjutkan menuju Simpang Cisurupan setelah sebelumnya bertanya-tanya kepada orang mengenai angkutan umum ke Cisurupan, titik memasuki kawasan Agropolitan di lereng Gunung Papandayan. Sebuah Elf kecil berhenti di depan kami, Elf dengan rute Cikajang tersebut melewati Cisurupan.

Tempat duduk 4 orang dipaksa dijejali 5 orang, bahkan sudah penuh masih tetap menunggu penumpang dan berdiri di dalamnya, situasi ini mengingatkan saya pada perjalanan di Sumatera Utara beberapa bulan lalu, Elf-nya pun tak berhenti menaikan penumpang walau penuh. Perjalanan selama 45 menit pun ini tidak nyaman karena sempitnya bangku dan jalan yang bekelok-kelok.

“Pak, tebih keneh ke Cisurupan?”, Tanya saya asal dengan Bahasa Sunda maksa.
“Tebih, kang”, jawabnya.
30 menit kemudian kondektur berteriak, “Cisurupan..Cisurupan..”, lantas kami turun dan menyerahkan uang Rp.15.000 untuk ongkos 3 orang. Sekumpulan tukang ojek segera menghampiri kami menawarkan jasa mengantarkan hingga pos di Gunung Papandayan.

“Sabaraha?” Tanya saya.
“Tilu puluh ribu, kang” jawabnya.
“Dua puluh ya”, tawar saya.
“Aduh kang, teu tiasa euy, tebih pisan itu the, 12 kilo”, jawab mereka.

Kami pun setuju dengan ongkos Rp,25.000, ternyata memang jauh sekali jalannya, dengan kondisi jalan yang mulus hanya ¼ perjalanan saja. Tiba-tiba tukang ojek tersebut berhenti, “Aya bagong, meuni ageng”, teriaknya kepada kami, maksudnya ada babi hutan yang besar sekali.

Cukup lama perjalanan, namun tak terasa karena disuguhi udara Gunung Papandayan yang dingin dan juga pemandangan yang indah.
Pos registrasi pengunjung berada di sebuah lapangan parkir cukup luas, sudah ada beberapa rombongan pendaki yang bersiap naik ke atas, diantaranya ada anak kecil yang termasuk dalam rombongan tersebut, bukan hanya 1 anak, tapi beberapa anak. Hebat.

Petugas menyodorkan buku registrasi pengunjung kepada saya, setelah diisi dan membayar Rp.15.000 untuk 3 orang ditambah biaya sumbangan seikhlasnya yang saya berikan sebesar Rp.15.000 saya mencari tempat untuk mendirikan tenda. Lokasinya tidak jauh dari pos registrasi, agar kami bisa melihat sunrise esok paginya, tempat untuk melihat sunrise lebih mudah dicapai dari pos awal.

Malam semakin larut, udara dingin dan angin menusuk tulang, tidak ada yang kami lakukan malam itu, lebih banyak berada dalam tenda dan berselimutkan sleeping bag. Beberapa potong roti dan makanan ringan habis kami makan sebagai makan malam. Tidur lebih cepat menjadi pilihan kami setelah sebelumnya menyetel alarm pada pukul 4 pagi.

Beberapa kali saya terbangun karena udara sangat dingin malam itu. Jam 4 alarm berbunyi, rasanya malas sekali untuk bangun dan mulai bersiap untuk keluar. Baru saja melangkahkan beberapa langkah keluar tenda, saya langsung masuk lagi ke dalam tenda, dingin sekali. 
Sunrise di Gunung Papandayan

Petugas memberikan petunjuk tempat untuk melihat sunrise yang tidak terlalu jauh dari pos penjagaan, letaknya di tebing, untuk menuju kesana harus menembus semak-semak dan mencari jalan setapak kecil, yang sayangnya kami tidak bisa menemukan jalan tersebut, sehingga tidak sampai ke lereng bukit yang dituju. Cukup puas dengan pemandangan sunrise seadanya.

Setelah melihat sunrise, lalu kami mulai mendaki ke Pondok Saladah, melewati kawah Papandayan yang masih aktif dan mengeluarkan asap pada beberapa titik. Saya mempersiapkan satu buah trash bag berukuran sedang untuk memungut sampah sepanjang perjalanan, benar saja sepanjang jalan banyak sampah yang dibuang oleh orang tidak bertanggung jawab. 
Skiffy, Saya, dan Rere di Kawah Papandayan
Sungai yang mengalir di lembah Papandayan
Karena jalan longsor, kami harus memutar dengan menuruni lembah kemudian naik kembali. Jalan cukup mudah dilalui, bahkan jika pergi tanpa pemandu sekalipun seperti yang kami lakukan. Dua jam kemudian kami sampai di Pondok Saladah, ada puluhan tenda yang didirikan disini, sebagian dari mereka baru saja bangun saat kami tiba. Pada beberapa titik, saya melihat banyak tumpukkan sampah yang ditinggalkan pendaki, ada juga yang berusaha membakar sampah namun tidak sampai selesai. Pecinta alam kok malah meninggalkan sampah, dimana kesadaran lingkungan kalian?
Sampah yang ditinggalkan


Skiffy tidak bisa melanjutkan ke puncak Papandayan, hanya saya dan Rere yang melanjutkan langkah kami untuk menuju puncak. Kami memilih melalui jalan yang terdekat, namun jalan ini cukup terjal pada awalnya. Kurang lebih 1 jam kemudian kami sudah berada di puncak Papandayan, sayangnya kumpulan kabut menghalangi pemandangan kami di puncak saat itu. Perjalanan lalu kami lanjutkan ke Tegal Alun, sebuah padang Edelweis yang sangat luas.

Padang Edelweis di Tegal Alun
Bunga Edelweis

Saya pernah melihat bunga Edelweis yang dijual bebas di Puncak, Bogor, namun ini kali pertama saya melihat padang Eldelweis yang sangat luas. Tidak ada keinginan sedikitpun untuk memetik dan membawa pulang bunga ini, karena bunga ini dilindungi keberadaannya.
Dead forest

Dead forest

Puas berada di Tegal Alun, lalu kami turun melalui Dead Forest, kawasan yang dulunya dipenuhi pohon, namun saat ini hanya menyisakan batang dan rantingnya, karena daunnya terkena abu panas Gunung Papandayan saat meletus. 

Saat kami kembali ke tenda, hujan menyertai kami begitu turun dari Pondok Saladah, Ada beberapa rombongan yang juga turun bersama dengan kami. Perjalanan pulang selalu saja lebih cepat, dalam 2 setengah jam kami sudah sampai kembai di tenda untuk kemudian membereskan tenda kami.

Untuk menuju Simpang Cisurupan kali ini kami menaiki mobil pick up, seharusnya harga per orang hanya Rp.10.000, namun kami diminta lebih, Rp.40.000 untuk 3 orang. Angkutan dari Cisurupan menuju Terminal Guntur di Garut juga yang seharusnya hanya Rp.5.000/orang, namun kami diminta membayar Rp.7.000/orang. Kadang kala hal seperti ini membuat wisatawan justru kapok untuk kembali, karena masyarakat lokal memanfaatkan wisatawan dengan cara seperti itu.

Ah Garut, saya pasti akan kembali, masih banyak yang ingin saya lihat disana.

Tips :
1. Jika berangkat dari Jakarta, naik bus Primajasa langsung dari pool-nya di Cawang, supaya dapat tempat duduk.
2. Dari Terminal Guntur, Garut naik angkot saja biar lebih nyaman, daripada naik Elf yang sesak.
3. Kalo mau lebih murah dari simpang Cisurupan ke Pos Papandayan, naik mobil pick up yang ada cuma sampai jam 4/5 sore saja. Jadi sampainya sebelum jam itu ya.

8 comments:

  1. mau nanya mas, mas mendakinya tanggal berapa ya? kira2 kalo saya ke sana pertengahan februari di buka atau tidak ya? terima kasih

    ReplyDelete
  2. Ke Papandayan-nya akhir Desember kemarin. Gunung Papandayan jarang ditutup kok, jadi aman2 aja kalo mau kesana bulan Februari :)

    ReplyDelete
  3. jumat besok saya mau ke papandayan mas.. kira kira transport pulang pergi dari Bandung berapa ya totatalnya mas.. per orang..

    ReplyDelete
  4. Hi Hani..dari Bandunh ke Garut naik bis antara Rp.10.000 - Rp.15.000. Dari Terminal Guntur naik angkot ke Simpang Cisurupan Rp.5.000 - Rp.7.000. Dari Cisurupan naik mobil pick up ke pos pendakian Rp.10.000, kalo naik ojek Rp.25.000. Happy traveling :)

    ReplyDelete
  5. jumat besok gw mau kepapandayan juga mas, kira2 papandayan ditutup pa ga yah ?

    ReplyDelete
  6. Boleh ditanyakan langsung sama salah satu ranger di Papandayan ya, namanya Kang Asep Joni 085795515099. Happy hiking :)

    ReplyDelete
  7. waktu mendaki,registrasi langsung disana atau telfon dulu dari jakarta ya? kalo iya berapa ya nomornya?saya dkk mau kesana bulan juli ini

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bisa langsung registrasi di pos pendakian kok.

      Delete

My TripAdvisor