Tepat hari ke-5 kami di Lombok, saya dan Difa memutuskan untuk ke Bali lebih awal untuk merayakan tahun baru disana. Awalnya kami akan ke Bali tanggal 30 atau 31 Desember, namun perkiraan kami akan sangat ramai pengunjung ke Bali, akhirnya kami berangkat ke Bali tanggal 28 malam.
Sebelum ke Bali, kami sempatkan mengunjungi Pantai Senggigi yang terkenal, namun pantai ini biasa saja, tidak ada yang menarik disini, hanya beberapa klub malamnya. Pantainya berpasir hitam, dan banyak perahu nelayan disandarkan di pantai ini, tidak ada satupun orang yang bermain ataupun duduk di pantai ini.
Tidak ada bis malam dari Lombok ke Bali, namun kami nekat pergi ke Pelabuhan Lembar dengan diantar Fathi, teman saya di Lombok. Rencananya saya dan Difa akan menumpang kendaraan apa saja yang menuju Bali. Setelah mencari beberapa saat, saya mendatangi satu per satu truk yang sedang mengantri untuk memasuki kapal. Malam itu hujan turun cukup lebat, sehingga saya harus berlari-lari.
Pantai Senggigi |
Perahu Nelayan di Pantai Senggigi |
Tidak ada bis malam dari Lombok ke Bali, namun kami nekat pergi ke Pelabuhan Lembar dengan diantar Fathi, teman saya di Lombok. Rencananya saya dan Difa akan menumpang kendaraan apa saja yang menuju Bali. Setelah mencari beberapa saat, saya mendatangi satu per satu truk yang sedang mengantri untuk memasuki kapal. Malam itu hujan turun cukup lebat, sehingga saya harus berlari-lari.
Saya menemukan truk yang tidak berpenumpang, namun supirnya meminta bayaran kepada kami, sebesar Rp.30.000/orang. Tak apalah pikir kami, toh ia akan mengantarkan kami sampai Denpasar. Kami meletakkan tas di bagasi truk, guna mendapatkan ruang yang lega bagi kaki saya, terutama kaki Difa yang tingginya 190cm, kebayang kakinya harus menekuk di kursi depan truk. HAHA.
Bau kurang sedap tercium saat saya meletakkan tas di bagasi belakang truk, namun saya hiraukan. Saat duduk di depan, saya bertanya ke Difa,
"Dif, nyium bau-bau apa gitu?"
"Iya nih kak, bau apa yah?" jawabnya.
Lalu saya berinsiatif bertanya ke supir truk, "Bang, ini truk biasa dipakai untuk angkut apa ya?"
"Ooo..ini truk biasa dipakai untuk angkut ayam dari daerah Negara ke Lombok" jawabnya polos.
Saya dan Difa berpandangan, huaaa...berarti tas kami di bagasi truk pasti bau ayam nanti. HAHA.
Tak lama truk memasuki kapal, kami pindah ke atas kapal untuk tidur, namun kapal ini tidak menyediakan ruangan untuk tidur, tidak seperti kapal saat kami ke Lombok dari Bali. Kursi yang cukup keras akhirnya menjadi alas tidur kami malam itu. Jam 5 pagi, kapal sudah sampai di Pelabuhan Padang Bai, lalu kami turun kembali ke truk.
Jalan dari Pelabuhan Padang Bai ke Denpasar saat itu mengalami perbaikan dan perluasan, sehingga truk yang kami tumpangi berjalan perlahan. Ternyata truk tidak melewati Denpasar, akhirnya kami turun di sekitar Sanur dan melanjutkan naik taksi ke Kuta untuk menemui teman saya, Uli dan Skiffy.
Pagi itu, hujan juga turun di Bali, membuat kami harus berlari guna menghindari hujan lebat, tapi sia-sia, air hujan terlanjur membasahi kami. Skiffy, teman saya rupanya sudah pergi kerja, akhirnya kami mencari hostel untuk menginap di Poppies Lane 2, tidak mudah mencari hostel disaat seperti ini, hampir semua hostel penuh, karena menjelang tahun baru. Akhirnya saya mendapatkan hostel cukup nyaman, dikarenakan salah satu tamunya cancel booking kamarnya. Hostel seharga Rp.150.000/malam dengan fasilitas kipas di kamar, kolam renang dan rindang pepohonan di depan kamar kami cukup untuk kami beristirahat.
Jalan Legian sangat padat siang itu, mobil bahkan motor terlihat macet dimana-mana. Saya dan Difa memilih untuk menjauhi kerumunan Kuta dengan menyewa motor seharga Rp.50.000/hari dan mengarahkannya ke Uluwatu. Pertama yang kami singgahi adalah Pantai Padang-Padang, kami tidak terlalu lama di pantai itu karena ramainya pengunjung kala itu.
Ssaya rindu dengan pantai Karma Kandara. Pantai Karma Kandara, tidak banyak yang berubah, masih sepi dan hanya beberapa orang saja yang menjadi tamu dari Karma Kandara berada di pantai itu. Letaknya cukup tersembunyi, ada 2 pilihan menuju pantai tersebut, membayar Rp.250.000 dan dapat menggunakan fasilitas elevator untuk turun dari hotel ke pantai, atau tidak membayar apa-apa (gratis) dengan menuruni tangga di sisi kiri hotel, jumlah anak tangganya lumayan, sekitar 340 anak tangga.
Saat itu pantai Karma Kandara sepi, tidak banyak orang, hanya ada beberapa pengunjung hotel yang asik bersantai di Nammos Beach Club.
Pantai Padang-Padang |
Ssaya rindu dengan pantai Karma Kandara. Pantai Karma Kandara, tidak banyak yang berubah, masih sepi dan hanya beberapa orang saja yang menjadi tamu dari Karma Kandara berada di pantai itu. Letaknya cukup tersembunyi, ada 2 pilihan menuju pantai tersebut, membayar Rp.250.000 dan dapat menggunakan fasilitas elevator untuk turun dari hotel ke pantai, atau tidak membayar apa-apa (gratis) dengan menuruni tangga di sisi kiri hotel, jumlah anak tangganya lumayan, sekitar 340 anak tangga.
Saat itu pantai Karma Kandara sepi, tidak banyak orang, hanya ada beberapa pengunjung hotel yang asik bersantai di Nammos Beach Club.
Tahun baru, entah kami belum memiliki rencana menghabiskannya dimana, akhirnya Sky Garden menjadi pilihan terakhir, dengan membayar FDC Rp.100.000, kami menghabiskan waktu berpindah-pindah klub di dalamnya. Tidak lama, sehabis count down kami memutuskan untuk duduk di depan Sky Garden seraya melihat keriaan di Jalan Legian. Hampir tidak bisa bergerak di sepanjang Jalan Legian, untuk berjalan kaki pun susah saking penuhnya manusia.
Keinginan untuk menghabiskan tahun baru pun terbayar sudah!
Fire Dancer di Skygarden |
Legian Penuh Sesak |
Keinginan untuk menghabiskan tahun baru pun terbayar sudah!
No comments:
Post a Comment