Sudah bukan rahasia lagi jika
rasa “malu” sudah hampir hilang dari peradaban Indonesia. Malu disini maksudnya
adalah malu mengakui kesalahan.
Lihatlah beberapa contoh paling
umum yang sering kita jumpai setiap hari di bawah ini :
1. Malu membuang sampah
Sampah telah menjadi permasalahan
panjang yang berkelanjutan bagi negeri ini, timbulnya permasalahan sampah tak
terlepas dari kurangnya pengetahuan mengenai bahaya sampah. Sampah andai
dimanfaatkan dengan baik dapat berdaya guna dan bermanfaat baik. Melakukan
perubahan tidak sulit, cukup biasakan diri dengan membuang sampah pada tempat
yang telah disediakan, jika hal ini menjadi kebiasaan, orang yang berada di
sekitar kita pun akan merasakan malu sendiri jika membuang sampah tidak di
tempatnya.
2. Malu berlalu lintas
Cobalah lihat dalam keseharian,
berapa banyak pelanggaran lalu lintas yang terjadi di jalan raya. Mulai dari
pelanggaran kecil, seperti berhenti di belakang zebra cross bagi pengendara
kendaraan bermotor, tidak mentaati lampu lalu lintas, hingga yang berbahaya
yaitu berjalan melawan arah bagi kendaraan bermotor. Para pelanggar lalu lintas
jelas sudah tahu jika yang mereka lakukan adalah salah, namun tidak adanya
budaya malu saat melakukan pelanggaran membuat semua pelanggaran itu menjadi
lumrah dan terjadi berkepanjangan. Dengan berlalu lintas baik dan benar, tidak
lantas membuat lalu lintas menjadi teratur, namun membiasakan diri berlalu lintas
dengan baik dan benar akan membantu membuat perubahan itu sendiri.
3. Malu terhadap waktu
Berkurangnya rasa hormat terhadap
waktu. Tepat waktu adalah sesuatu yang harus kita hargai dan junjung tinggi. Disiplin
mengenai ketepatan waktu sangat diperlukan, banyak tulisan seperti “waktu
adalah uang” atau “bagi kami waktu penting” hal tersebut merepresentasikan
betapa pentingnya waktu pada kehidupan manusia. Dengan membiasakan tepat waktu
sehari-hari, akan menghukum secara moral orang yang tidak disiplin terhadap
waktu.
4. Malu terhadap hak orang lain
Rasa toleransi banyak menghilang
saat ini, terutama pada kota besar seperti Jakarta, dimana penduduknya
cenderung bersikap individualistis, mementingkan egonya masing-masing. Sehingga
rasa toleransi terhadap orang lain banyak berkurang. Seperti pengendara motor
yang melewati trotoar yang seharusnya jalur tersebut diperuntukkan bagi pejalan
kaki, pedagang di jembatan penyebrangan yang seharusnya jembatan penyebrangan diperuntukan
bagi pejalan kaki. Setiap orang mempunyai hak yang harus dihargai oleh orang
lain, untuk itu perlu dikembangkan rasa toleransi terhadap hak orang lain.
Tulisan ini bukan hanya untuk
mengkritisi akibat hilangnya rasa malu dari diri kita sendiri, namun untuk
melakukan perubahan dan perbaikan agar rasa malu kembali tumbuh dan hadir dalam
setiap warga negara.
Sudah sepatutnya, merasa malu saat
melakukan kesalahan adalah hal normal yang dirasakan para pembuat kesalahan.
No comments:
Post a Comment