Aku masih ingat ketika menggumam
kalimat ini, “Andai aku besar nanti, aku tak mau jadi guru”. Tidak ada yang
menyalahkan pilihanku saat itu, baik orangtuaku maupun teman-temanku, terpikir
olehku saat itu menjadi guru adalah profesi terakhir yang akan aku pilih jika
tak ada lagi profesi lain menjadi pilihan. Aku memang masih kecil saat itu,
menginjak kelas 4 sekolah dasar, di sebuah sekolah dasar negeri di Timur
Jakarta, sebuah sekolah unggulan yang sangat diminati di wilayah tersebut,
sehingga siswanya harus bersesakan dalam 1 buah ruang kelas kecil dimaksimalkan
untuk menampung sebanyak 60 siswa dalam satu kelas. Sempit memang, bergerak pun
susah, tapi itu yang harus kami hadapi setiap hari.
Bukan tanpa alasan aku tak mau
menjadi guru, kala itu seorang anak kecil sepertiku sudah bisa melihat sendiri
betapa profesi guru tidaklah sebanding dengan kemuliaan yang ia lakukan dengan
membagikan ilmu kepada muridnya. Sebut saja masalah kesejahteraan, aku ingat
sekali salah seorang guruku dulu, Pak Sardi, begitu aku memanggilnya, tinggal
di rumah kecil di komplek sekolah kami, motornya butut, ia harus meluangkan
waktunya selepas sekolah usai untuk memberikan les kepada siswa lainnya guna
mendapat uang tambahan. Penghasilannya sebagai guru tidak mencukupi untuk
memenuhi kebetuhan rumah tangganya.
Kondisi pendidikan di Indonesia
memang tak lebih baik dari tahun ke tahun, setidaknya aku masih bisa bersyukur
karena masih mempunyai ruang sederhana kelas beratapkan genteng yang tidak
rapuh, masih bisa melindungi kami dari hujan dan panas matahari. Aku
membandingkan dengan saudara sebangsaku yang kurang beruntung, mereka bisa
bersekolah, namun harus jalan kaki beberapa km, menyebrang sungai, bahkan
menaiki perahu untuk mencapai sekolahnya, belum lagi kondisi sekolahnya yang
jauh berbeda denganku, gedung yang rapuh, atap jebol di beberapa bagian, dan terkadang
ketiadaan guru. Kondisi yang jauh berbeda denganku yang hidup di kota besar
seperti Jakarta.
Pendidikan itu mahal. Kalimat tersebut
benar adanya, tidaklah murah untuk mendapatkan pendidikan bagus di Indonesia. Aku
menyadari banyak saudara sebangsaku yang harus putus sekolah, karena ketiadaan
biaya. “Jangankan untuk biaya sekolah, biaya hidup sehari-hari aja kami
pas-pasan”, tutur mereka. Aku sadar kondisi ini tak bisa dibiarkan terus
berlarut, entah menjadi apa bangsa ini jika pendidikan, sebagai pilar utama
bangsa saja tidak mendapatkan perhatian serius.
Menurut beberapa survey, kualitas
guru di Indonesia masih di bawah negera berkembang lainnya. Konsep pendidikan
di Indonesia mengajarkan lebih banyak terpaku pada komunikasi satu arah, dari
guru ke muridnya, sehingga acapkali siswa kurang mempunyai keberanian untuk
berkomunikasi saat dihadapkan dengan situasi nyata. Belum lagi sering
bergantinya kurikulum pendidikan di Indonesia, berganti pemerintahan, bisa
dipastikan berganti pula sistem pendidikannya. Kasihan siswa-siswa seperti aku,
harus merasakan pergantian kurikulum, sehingga membingungkan kami sendiri.
Aku percaya, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang besar dan tangguh, kami bisa melewati kondisi ini, bertahap
dan pasti kami segera memperbaiki kondisi pendidikan ini, dengan mempersiapkan
guru-guru berkualitas guna mendapatkan bibit bangsa yang berkualitas juga. Aku
percaya suatu hari itu pasti datang.
mari kita memajukan pendidikan indonesia. :)
ReplyDelete