Tuesday, February 10, 2015

Pengelolaan Sampah di Gunung: Siapa yang Bertanggungjawab?


Tiga buah kantong plastik besar berisi sampah diletakkan di samping tenda, di sisi lain kumpulan sisa makanan dan botol air msineral berbagai merek dibakar di tengah-tengah rerumputan yang sudah mengering, sehingga menimbulkan kepulan asap yang cukup pekat pada gunung ini. Lalu mereka tertawa suka cita karena berhasil membakar sampah, mungkin merasa bahagia jika tidak perlu membawa sampah turun dari gunung.  

Sadarkah mereka jika yang dilakukan ini adalah pencemaran terhadap lingkungan dan akan menimbulkan collateral damage pada kelestarian alam? Sayangnya banyak pendaki gunung yang justru tidak sadar terhadap dampak membuang sampah di gunung. Sematan kata-kata sebagai pecinta alam yang melekat pada pendaki gunung sebaiknya dikaji ulang, apakah memang perilaku pendaki gunung benar-benar mencerminkan pecinta alam. Walaupun tidak perlu melakukan stereotyping terhadap semua pendaki gunung, namun pada banyak gunung di Indonesia dapat dijadikan bukti hasil dari perilaku tidak sadar lingkungan ini, baik itu gunung yang termasuk dalam kawasan taman nasional dan bukan kawasan taman nasional.



Alam tidak meminta manusia untuk hadir dan merusak ekosistemnya, sebaliknya hadirnya manusia diharapkan turut menjaga keseimbangan alam. Kerusakan ekosistem di gunung bahkan semakin mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Gunung yang seharusnya menjadi tempat penyangga kelestarian alam justru menjadi gunungan sampah. Masih ingat dengan foto dari acara yang diorganisir oleh salah satu merek outdoor di Gunung Semeru yang lantas mengubah Gunung Semeru menjadi seperti lautan sampah pada tahun 2012? Siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas kejadian serupa? Tanggungjawab utama memang berada pada pihak penyelenggara, tetapi andaikan pendaki gunung yang jumlahnya mencapai ribuan orang pada acara tersebut mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sampah, tentunya tidak akan ada gunungan sampah yang menjadi persoalan paska acara tersebut.

Hal ini menimbulkan ironi, karena menikmati keindahan alam seharusnya bebas dari sampah, namun banyak pendaki gunung justru menambah volume sampah. Dominasi sampah yang paling banyak ditemui di gunung yaitu sisa perbekalan para pendaki. Kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya yang dilakukan di kota dibawa ke gunung, sehingga mereka enggan untuk membawa turun sampahnya.

Memang belum ada peraturan resmi pemerintah yang secara tegas menyebutkan mengenai pelarangan membuang sampah di gunung. Yang ada sebatas himbauan dan peraturan lokal dari pengelola kawasan untuk kesadaran membawa sampah kembali ke bawah saat pendakian ke gunung. Aturan hanya sebatas aturan, jika tidak ada sanksi dan kontrol terhadap peraturan tersebut akan sia-sia. Ada beberapa gerakan inisatif dari para penggiat pecinta alam, penjaga kawasan dan juga warga lokal untuk menyisir pelaku pembuang sampah di gunung. Ada hasilnya, namun belum maksimal, tidak sampai  membuat efek jera terhadap pelaku pembuang sampah. Sehingga kebiasaan untuk tidak membuang sampah di gunung sulit dihentikan.

Perlunya edukasi terhadap para pendaki gunung mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sudah pada tahap urgent. Para pendaki gunung harus dibekali pengetahuan mengenai pentingnya mengelola sampah yang mereka produksi saat melakukan pendakian. Idealnya sampah yang dihasilkan saat berada di gunung dibawa turun kembali, lalu dibuang di tempat pembuangan sampah yang tersedia. Membakar, mengubur, menimbun atau meletakkan sampah bukan solusi jangka panjang dalam mengelola sampah di gunung.



Tren mendaki gunung digemari mulai dari usia remaja, dapat terlihat dari kelompok-kelompok pendakian yang banyak didominasi oleh pendaki berusia di bawah 20 tahun. Biasanya dalam suatu rombongan pendakian, tidak semua pendaki adalah yang berpengalaman mendaki gunung, banyak juga yang melakukan pendakian perdana.  Pentingnya menerapkan edukasi terhadap pengelolaan sampah di gunung perlu juga difokuskan kepada pendaki perdana tersebut. Keinginan melakukan pendakian biasanya akan berulang, jika pada pendakian perdana mereka tidak mendapatkan edukasi mengenai cara pengelolaan sampah di gunung, selanjutkan mereka akan melakukan hal yang sama pada gunung-gunung lain yang mereka daki nantinya.

Selain itu diperlukan dukungan dari pemerintah untuk mengatasi kerusakan lingkungan di gunng akibat sampah. Perumusan grand strategy dari pemerintah diharapkan dapat diwujudkan agar dalam pengelolaan kawasan gunung ada dasar aturannya untuk menjaga gunung agar terbebas dari sampah yang berujung pada kerusakan lingkungan. Tidak perlu strategi yang rumit sehingga dalam penerapannya akan menemui kesulitan, namun strategi yang efektif dan efisien dalam menjaga kelestarian gunung dari sampah.

No comments:

Post a Comment

My TripAdvisor