Tiga buah kantong plastik besar
berisi sampah diletakkan di samping tenda, di sisi lain kumpulan sisa makanan
dan botol air msineral berbagai merek dibakar di tengah-tengah rerumputan yang sudah
mengering, sehingga menimbulkan kepulan asap yang cukup pekat pada gunung ini.
Lalu mereka tertawa suka cita karena berhasil membakar sampah, mungkin merasa
bahagia jika tidak perlu membawa sampah turun dari gunung.
Sadarkah mereka jika yang
dilakukan ini adalah pencemaran terhadap lingkungan dan akan menimbulkan collateral damage pada kelestarian alam?
Sayangnya banyak pendaki gunung yang justru tidak sadar terhadap dampak
membuang sampah di gunung. Sematan kata-kata sebagai pecinta alam yang melekat
pada pendaki gunung sebaiknya dikaji ulang, apakah memang perilaku pendaki
gunung benar-benar mencerminkan pecinta alam. Walaupun tidak perlu melakukan stereotyping terhadap semua pendaki
gunung, namun pada banyak gunung di Indonesia dapat dijadikan bukti hasil dari
perilaku tidak sadar lingkungan ini, baik itu gunung yang termasuk dalam
kawasan taman nasional dan bukan kawasan taman nasional.
Alam tidak meminta manusia untuk
hadir dan merusak ekosistemnya, sebaliknya hadirnya manusia diharapkan turut
menjaga keseimbangan alam. Kerusakan ekosistem di gunung bahkan semakin
mengkhawatirkan dari tahun ke tahun. Gunung yang seharusnya menjadi tempat penyangga
kelestarian alam justru menjadi gunungan sampah. Masih ingat dengan foto dari acara
yang diorganisir oleh salah satu merek outdoor
di Gunung Semeru yang lantas mengubah Gunung Semeru menjadi seperti lautan
sampah pada tahun 2012? Siapa pihak yang harus bertanggung jawab atas kejadian
serupa? Tanggungjawab utama memang berada pada pihak penyelenggara, tetapi andaikan
pendaki gunung yang jumlahnya mencapai ribuan orang pada acara tersebut
mempunyai kesadaran yang tinggi terhadap sampah, tentunya tidak akan ada gunungan
sampah yang menjadi persoalan paska acara tersebut.
Hal ini menimbulkan ironi, karena
menikmati keindahan alam seharusnya bebas dari sampah, namun banyak pendaki
gunung justru menambah volume sampah. Dominasi sampah yang paling banyak
ditemui di gunung yaitu sisa perbekalan para pendaki. Kebiasaan membuang sampah
tidak pada tempatnya yang dilakukan di kota dibawa ke gunung, sehingga mereka
enggan untuk membawa turun sampahnya.
Memang belum ada peraturan resmi
pemerintah yang secara tegas menyebutkan mengenai pelarangan membuang sampah di
gunung. Yang ada sebatas himbauan dan peraturan lokal dari pengelola kawasan untuk
kesadaran membawa sampah kembali ke bawah saat pendakian ke gunung. Aturan
hanya sebatas aturan, jika tidak ada sanksi dan kontrol terhadap peraturan
tersebut akan sia-sia. Ada beberapa gerakan inisatif dari para penggiat pecinta
alam, penjaga kawasan dan juga warga lokal untuk menyisir pelaku pembuang
sampah di gunung. Ada hasilnya, namun belum maksimal, tidak sampai membuat efek jera terhadap pelaku pembuang
sampah. Sehingga kebiasaan untuk tidak membuang sampah di gunung sulit
dihentikan.
Perlunya edukasi terhadap para
pendaki gunung mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sudah pada
tahap urgent. Para pendaki gunung harus
dibekali pengetahuan mengenai pentingnya mengelola sampah yang mereka produksi
saat melakukan pendakian. Idealnya sampah yang dihasilkan saat berada di gunung
dibawa turun kembali, lalu dibuang di tempat pembuangan sampah yang tersedia.
Membakar, mengubur, menimbun atau meletakkan sampah bukan solusi jangka panjang
dalam mengelola sampah di gunung.
Tren mendaki gunung digemari mulai
dari usia remaja, dapat terlihat dari kelompok-kelompok pendakian yang banyak
didominasi oleh pendaki berusia di bawah 20 tahun. Biasanya dalam suatu
rombongan pendakian, tidak semua pendaki adalah yang berpengalaman mendaki
gunung, banyak juga yang melakukan pendakian perdana. Pentingnya menerapkan edukasi terhadap
pengelolaan sampah di gunung perlu juga difokuskan kepada pendaki perdana
tersebut. Keinginan melakukan pendakian biasanya akan berulang, jika pada pendakian
perdana mereka tidak mendapatkan edukasi mengenai cara pengelolaan sampah di
gunung, selanjutkan mereka akan melakukan hal yang sama pada gunung-gunung lain
yang mereka daki nantinya.
Selain itu diperlukan dukungan
dari pemerintah untuk mengatasi kerusakan lingkungan di gunng akibat sampah.
Perumusan grand strategy dari
pemerintah diharapkan dapat diwujudkan agar dalam pengelolaan kawasan gunung
ada dasar aturannya untuk menjaga gunung agar terbebas dari sampah yang
berujung pada kerusakan lingkungan. Tidak perlu strategi yang rumit sehingga
dalam penerapannya akan menemui kesulitan, namun strategi yang efektif dan
efisien dalam menjaga kelestarian gunung dari sampah.